• HOME
  • Kumpulan Makalah
  • Kumpulan Skripsi
  • Tips Design Rumah
  • RELIGI
  • DAFTAR OBJEK WISATA GARUT
  • Curahan Hati
  • Contact Us
blog inigarut.com
  • INFO GARUT
    • Sejarah Kota Garut
    • Makanan Khas Garut
    • Produk Khas Garut
  • Al-Qur'an
  • Kisah 25 Nabi
  • Home » Religi » Contoh Tingkatan Ikhlas Menurut Assunah

    Contoh Tingkatan Ikhlas Menurut Assunah

    Option:
    Tingkatan pertama: Tingkatan orang yang ikhlas merampungkan pekerjaannya tanpa mempedulikannya, tidak memperhatikannya, tidak juga mengharap pamrih. Dia rela dan tenteram dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.

    Dengan demikian, maka dia benar-benar ikhlas dalam beramal semata-mata karena Allah, bukan demi kepentingan dirinya sendiri atau bukan karena orang lain.

    Barangsiapa yang ingin bebas dari aib yang dapat merusak keikhlasannya, hendaknya dia memperhatikan beberapa petunjuk berikut:

    Kesatu: Senantiasa mengingat nikmat-nikmat Allah dan menyerahkan semua urusan kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya, “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Infithâr [82]: 29)

    Maksudnya, hendaknya manusia mengenal Tuhannya, mengenal dirinya dan mengenal keinginan dirinya disamping mengetahui kehendak Allah.

    Kedua: Memahami bahwa mengharapkan pamrih dari Allah atas perbuatan ikhlas yang dilakukannya adalah merupakan bentuk membanggakan diri, tipu daya dan tidak bisa menghargai sebuah kreativitas (baca: amal). Karena amal (pekerjaan) dan keikhlasan bisa rampung semata-mata karena kehendak dan pentunjuk Allah. Hendaknya manusia meyakini bahwa ketika Allah membalas keikhlasannya dalam beramal, Dia membalas dengan cara memberikan karunia dan berbuat kepadanya. Jika mengharapkan pamrih dari Allah atas perbuatannya yang ikhlas disebut sombong dan tipu daya, sedangkan mengharapkan pamrih dari selain Allah adalah syirik.

    Ketiga:    Membiasakan diri melihat kekurangan dan kelemahan diri sendiri sehingga belum bisa melaksanakan seluruh hak-hak Allah. Karena introspeksi diri berarti mendidik jiwa, karena dia bisa menjadi penghalang jiwa dengan kerelaan dalam beramal, apalagi merasa senang dan menikmati amal tersebut.

    Tingkatan kedua: Melupakan amal yang dia lakukan dengan ikhlas dan menyembunyikannya dari pandangan (penilaian) orang lain. Kemudian menganggap bahwa keikhlasannya dalam beramal merupakan karunia Allah atas orang-orang yang ikhlas.

    Yang dimaksud dengan melupakan amal di sini adalah merasa malu kepada Allah. Karena pada dasarnya, seorang mukmin melihat amalnya lebih ringan daripada untuk dipersembahkan kepada Allah dengan mengerahkan segala daya dan upaya. Seharusnya, dia tidak cepat memutuskan bahwa amalnya itu sudah diterima oleh Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah ayat tentang kualifikasi orang-orang beriman,

    “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang memperolehnya.” (QS. Al-Mukminûn [23]: 60-61)

    Rasulullah Saw. memberikan penafsiran terhadap ayat ini, seraya bersabda, “Dia adalah orang yang berpuasa, mendirikan shalat dan bersedekah. Mereka khawatir amalnya tidak diterima oleh Allah.” Dengan demikian, rasa khawatir dapat mendidik manusia agar bersikap hati-hati, dan menjauhkan hal itu dari rasa puas dengan amalnya. Apalagi merasa tertipu dengannya.

    Orang yang ikhlas beramal, hendaknya terus-menerus beramal dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakannya. Dengan begitu dia tidak akan mudah mengklaim bahwa amalnya telah diterima di sisi Allah.

    Orang yang ikhlas sejatinya tidak terdetak dalam benaknya ada orang yang melihat perbuatannya, karena takut merusak nilai amalnya dan takut berbuat syirik.

    Tingkatan ketiga: Orang yang beramal dengan ikhlas sebagai respon dari perintah dan larangan Allah, sebagai manifestasi makna ubudiyyah kepada Allah. Dan ubudiyyah ini tidak dilakukan kecuali sesuai dengan syariat Allah berupa perintah, larangan, anjuran, dst. Tidak ada ubudiyyah kepada selain Allah. Dan tidak ada syariat yang benar selain syariat-Nya.
    Anda sedang membaca artikel tentang Contoh Tingkatan Ikhlas Menurut Assunah dan anda bisa menemukan artikel Contoh Tingkatan Ikhlas Menurut Assunah ini dengan url http://infokotagarut.blogspot.com/2014/09/contoh-tingkatan-ikhlas-menurut-assunah.html. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Contoh Tingkatan Ikhlas Menurut Assunah ini jika memang bermanfaat bagi anda atau teman-teman anda,namun jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya.

    Share to

    Facebook Google+ Twitter Digg
    Posting Komentar
    Posting Lebih Baru
    Posting Lama
    Beranda

    POSTINGAN BANYAK DICARI

      Arsip Blog

      • Februari (19)
      • September (1)
      • Agustus (69)
      • Juli (25)
      • Juni (33)
      • Mei (2)
      • Maret (6)
      • November (45)
      • Oktober (94)
      • September (32)
      • Agustus (86)
      • Juli (48)
      • Juni (4)
      • Mei (86)
      • Desember (17)

      Popular This Week

      • Doa Sebelum dan Sesudah Wudhu serta Tata Cara Wudhu Lengkap
      • Al-Qur'an Lengkap dengan Terjemahan Bahasa Indonesia
      • Cara Membuat Latar Belakang Buat Makalah atau Skripsi yang Baik dan Benar
      • Contoh Makalah Olah Raga Tentang Atletik
      • Doa Supaya Berani Dan Percaya Diri Lengkap Dengan Terjemahannya
      • Contoh Makalah Penjas Tentang Kesehatan Pribadi
      • KEUTAMAAN, KEAJAIBAN DAN RAHASIA SHOLAT DHUHA
      • Do'a Lengkap Shalat 5 (Lima) Waktu
      • DOA MELEPASKAN DIRI DARI BEBAN HUTANG
      • 02. Surat Al-Baqarah (Sapi Betina) Ayat 1-100

      Total Tayangan Halaman

      Disclaimer

      Privacy Policy

      Powered by Blogger

      Hade Consultant|Harga

      |komputer|Contoh Skripsi

      Copyright blog inigarut.com 2014

      ▲