Allah telah mengistimewakan bulan Ramadhan dari bulan-bulan lainnya dengan berbagai keutamaan. Maka sepatutnya kita menyambutnya dengan taubat nasuha dan tekad meraih kebaikan sebanyak-banyaknya di bulan suci ini. Berikut kiat-kiatnya,
1. Berpuasa dengan benar
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berpuasa karena keimanan dan semata-mata mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Yang perlu diperhatikan agar bisa berpuasa dengan benar;
(a) Menjauhi kemaksiatan, perkataan dan perbuatan sia-sia.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang tidak menahan diri dari ucapan dusta dan perbuatan buruk maka sedikit pun Allah tidak sudi menerima puasanya meskipun ia menahan diri dari makan dan minum.” (HR. al-Bukhari).
(b) Berniat puasa pada malamnya, mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka dengan membaca doa berbuka,
ذَهَبَ الظَّمَأُ، وابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وثَبَتَ إِنْ شَاءَاللهُ
“Telah hilang rasa haus dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, Insyaallah.” (HR. Abu Dawud)
2. Shalat Tarawih
Nabi bersabda, “Barangsiapa menunaikan qiyamullail pada bulan Ramadhan, karena keimanan dan mengharapkan pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
“Siapa saja yang shalat Tarawih bersama imam hingga selesai, akan ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
3. Bershadaqah
Rasulullah adalah orang yang sangat dermawan; kebaikan dan kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan melebihi angin yang berhembus. Rasulullah bersabda, “Seutama-utama shadaqah adalah shadaqah di bulan Ramadhan.” (HR. at-Tirmidzi)
Shadaqah ini di antaranya adalah:
(a) Memberi makan
Para Salafush Shalih senantiasa berlomba dalam memberi makan kepada orang lapar dan yang membutuhkan. Nabi bersabda, “Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi makan saudaranya sesama mukmin yang lapar, niscaya Allah akan memberinya buah-buahan Surga. Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi minum saudaranya sesama mukmin yang haus, niscaya Allah akan memberinya minuman dari Rahiqul Makhtum.” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad hasan).
(b) Menyediakan makanan berbuka
Nabi bersabda, “Barangsiapa menyediakan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa, niscaya ia akan mendapat pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun.” (HR. at-Tirmidzi, hasan shahih).
Dalam riwayat lain dikatakan, “…menjadi penghapus dosanya dan menjadi pembebas dirinya dari api Neraka…”
4. Banyak membaca al-Qur’an
Malaikat Jibril memperdengarkan al-Qur’an kepada Rasulullah pada bulan Ramadhan. Utsman bin Affan mengkhatamkannya pada setiap hari Ramadhan. Sebagian Salafush Shalih mengkhatamkan setiap 3 malam sekali dalam shalat Tarawih. Imam asy-Syafi’i dapat mengkhatamkan 60 kali di luar shalat dalam bulan Ramadhan.
5. Tetap duduk di dalam masjid hingga terbit matahari
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa shalat fajar berjama’ah di masjid, kemudian tetap duduk berdzikir mengingat Allah, hingga terbit matahari lalu shalat dua raka’at (Dhuha), maka seakan-akan ia mendapat pahala haji dan umrah dengan sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani).
6. Mencari malam Lailatul Qadar
Terutama pada malam-malam ganjil di akhir Ramadhan dengan memperbanyak doa,
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan menyukai untuk mengampuni, maka ampunilah aku.” (HR. at-Tirmidzi)
“Barangsiapa shalat di malam Lailatul Qadar karena keimanan dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). “Diampuni juga dosa yang akan datang.” (dalam Musnad ahmad dari ‘Ubadah).
7. I’tikaf
Yakni menetapi masjid dan berdiam di dalamnya dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Bila masuk 10 (hari terakhir bulan Ramadhan) Nabi mengencangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dengan ibadah dan membangunkan keluarganya.” (HR. al-Bukhari).
“Bahwasanya Nabi senantiasa ber’itikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkan beliau.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
8. Umrah di bulan Ramadhan
Rasulullah bersabda, “Umrah di bulan Ramadhan sama seperti ibadah haji.” Dalam riwayat lain, “...sama seperti menunaikan haji bersamaku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
9. Memperbanyak istighfar, dzikir dan doa
Terutama di saat sahur, berbuka, hari Jum’at, dan sepertiga malam terakhir sepanjang bulan Ramadhan.
Hukum dan Golongan Manusia Dalam Berpuasa
1. Puasa diwajibkan kepada setiap muslim, baligh, mampu dan bukan dalam keadaan safar(bepergian).
2. Orang kafir tidak diwajibkan berpuasa dan jika ia masuk Islam tidak diwajibkan mengqadha’(mengganti) puasa yang ditinggalkannya selama ia belum masuk Islam.
3. Anak kecil di bawah usia baligh tidak diwajibkan berpuasa, tetapi dianjurkan untuk dibiasakan berpuasa.
4. Orang gila tidak wajib berpuasa dan tidak dituntut untuk mengganti puasa dengan memberi makan, walaupun sudah baligh. Begitu pula orang yang kurang akalnya dan orang pikun.
5. Orang yang sudah tidak mampu untuk berpuasa disebabkan penyakit, usia lanjut, sebagai pengganti puasa ia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin (membayar fidyah).
6. Bagi seseorang yang sakit dan penyakitnya masih ada kemungkinan untuk dapat disembuhkan, jika ia merasa berat untuk menjalankan puasa, maka dibolehkan baginya tidak berpuasa, tetapi harus mengqadha’nya setelah sembuh.
7. Wanita yang sedang hamil atau sedang menyusui jika dengan puasa ia merasa khawatir terhadap kesehatan dirinya dan anaknya, maka dibolehkan tidak berpuasa dan kemudian mengqadha’nya di hari yang lain.
8. Wanita yang sedang haidh atau nifas, tidak boleh berpuasa dan harus mengqadha’nya pada hari yang lain.
9. Orang yang terpaksa berbuka puasa karena hendak menyelamatkan orang yang hampir tenggelam atau terbakar, maka ia mengqadha’ puasa yang ditinggalkan itu pada hari yang lain.
10. Bagi musafir boleh memilih antara berpuasa dan tidak berpuasa. Jika memilih tidak berpuasa, maka ia harus mengqadha’nya di hari yang lain. Hal ini berlaku bagi musafir sementara, seperti bepergian untuk melaksanakan umrah, atau musafir tetap, seperti sopir truk dan bus (luar kota), maka bagi mereka boleh tidak berpuasa selama mereka tinggal di daerah (negeri) orang lain dan harus mengqadha’nya. (Buletin An-Nur Edisi Th. XVIII No. 871/ Jum`at IIl/Sya'ban 1433 H/ 20 Juli 2012 M.)