Pendidikan IPS merupakan dasar untuk
mengembangkan tujuan kurikulum yaitu
membentuk warga negara yang baik dalam suatu masyarakat demokratis di tengah
globalisasi dan pembentukan intelektual dalam membina kesadaran, baik secara
pribadi, anggota masyarakat, budaya serta intelektual siswa dalam
memecahkan masalah sosial
(Hennings, 1989). Sebagai suatu bidang ilmu, IPS membekali intelektual siswa
dalam membina kesadaran hidup di tengah masyarakat yang komplek dan heterogen,
sehingga dapat membentuk pribadi yang mandiri. Partisipasi dan peran aktif
siswa memecahkan masalah sangat menunjang dalam menentukan keputusan hidup
bermasyarakat (Skeet, 1995)
IPS sebagai mata pelajaran tidak semata membekali ilmu
saja lebih dari itu membekali juga sikap atau nilai dan keterampilan dalam
hidup bermasyarakat sehingga mereka dapat mengetahui lingkungan, masyarakat dan
bangsa dengan berbagai karakteristiknya. Dengan demikian, IPS sebagai suatu
mata pelajaran di sekolah dasar seharusnya berlandas kepada kondisi nyata di
lingkungan masyarakat dengan tujuan untuk memanusiakan manusia. Sehingga siswa
tidak merasakan terasingkan di lingkangan masyarakatnya sendiri.
Mempelajari IPS pada dasarnya berfungsi
mengembangkan pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan sosial siswa
untuk dapat menelaah kehidupan sosial yang dihadapi sehari-hari serta menumbuhkan
rasa bangga dan cinta terhadap perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau
hingga masa kini. Sedangkan tujuannya adalah agar siswa mampu mengembangkan
pengetahuan nilai dan sikap serta keterampilan sosial yang berguna bagi
dirinya, mengembangkan pemahaman tentang pertumbuhan masyarakat Indonesia sejak
masa lampau hingga kini sehingga siswa bangga sebagai bangsa Indonesia.
Salah satu faktor yang menyebabkan
permasalahan terjadi pada pembelajaran IPS adalah bagaimana proses bembelajaran
yang dilakukan guru. Mengingat fungsi utama guru adalah mulai dari sebelum
masuk kelas, di dalam kelas hingga ke luar kelas, yaitu merancang, melaksanakan
dan mengevaluasi proses pembelajaran. Guru merupakan ujung tombak dari semua
konsep, gagassan, kebijakan, tujuan pendidikan nasional.
Masa usia sekolah dasar berlangsung dari
usia 6-12 tahun, dalam pendidikan formalnya dibagi menjadi dua, yaitu masa
kelas rendah dan kelas tinggi dengan karakter yang berbeda pada tiap kelasnya.
Untuk itu, penyajian pembelajaran IPS hendaknya bervariasi baik dari segi
materi, metoda maupun pendekatannya yang sesuai dengan karakteristik
perkembangan masing-masing siswa. Selain itu pembelajaran di sekolah dasar
hendaknya memperhatikan prinsip latar siswa, yakni belajar sambil bekerja, belajar
sambil bermain, dan keterpaduan.
Sebagai salah satu institusi pendidikan
formal yang bertujuan untuk mengembangkan dan melatih potensi anak, sekolah
dasar perlu melakukan pengorganisasian pendidikan. Termasuk dalam proses
pembelajaran hendaknya dipersiapkan secara baik agar mampu melahirkan siswa
yang memiliki karakter-karakter positif. Proses pembelajaran harus mampu
mengarahkan siswa sebagai subjek yang berperan aktif dalam kehidupannya. Siswa
perlu mendapatkan bimbingan, motivasi, dan peluang untuk belajar serta
mempelajari hal-hal yang akan diperlukan dalam kehidupannya.
Bagi siswa sekolah dasar, belajar akan
lebih bermakna jika apa yang dipelajari berkaitan dengan pengalaman dan
perkembangan pengetahuan awalnya. Untuk itu, guru harus kreatif dalam mendesain
metode pembelajaran yang disenangi dan bermakna bagi siswa sehingga siswa dapat
menghubungkan pengetahuan awalnya dengan materi yang akan dipelajarinya. Dengan
demikian, diharapkan siswa dapat lebih mudah memahami materi yang diberikan.
Proses pembelajarn tidak dapat
dipisahkan antara pengetahuan awal siswa dengan materi yang akan diajarkan,
maka sebelum memulai pelajaran yang baru sebagai batu loncatan, guru hendaknya berusaha
menghubungkan terlebih dahulu bahan pelajaran yang akan disampaikan dengan
bahan pelajaran yang telah dikuasai oleh
siswa berupa pengetahuan awal yang telah diketahui dari pelajaran yang
sebelumnya atau dari pengalaman siswa. Inilah yang dimaksud dengan apersepsi. Jadi
dengan kata lain apersepsi adalah suatu gejala jiwa yang dialami apabila kesan
baru masuk ke dalam kesadaran seseorang dan berkaitan dengan kesan-kesan lama yang sudah
dimiliki disertai proses pengolahan sehingga menjadi kesan yang lebih luas.
Belajar merupakan proses perubahan
tingkah laku yang relatif tetep, proses perubahan ini tidak terjadi sekaligus
terapi terjadi secara bertahap tergantung pada faktor-faktor pendukung belajar
yang mempengaruhi siswa. Faktor ini dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor intern berhubungan dengan segala sesuatu yang
ada pada diri siswa yang menunjang pembelajaran seperti inteligensi, bakat,
kemampuan motorik pancaindra dan skema berpikir. Faktor ekstern merupakan
segala sesuatu yang berasal dari luar diri siswa yang menkondisikannya dalam
pembelajaran seperti pengalaman, lingkungan sosial, metode pembelajaran,
strategi pembelajaran, fasilitas belajar dan dedikasi guru. Keberhasilan siswa mencapai suatu tahap
hasil belajar memungkinkannya untuk belajar lebih lancar dalam mencapai tahap
selanjutnya. Apersepsi yang dilakukan pada tahap awal pembelajaran pada umumnya
dianggap hal yang kecil, terkadang terlupakan. Namun demikian berdasarkan fakta
di lapangan banyak dijumpai menjadi sangat fatal akibatnya tatkala siswa
dihadapkan pada permasalahan inti dalam proses pembelajaran. Ketidakbisaan
siswa dalam menyelesaikan masalah atau dalam proses menemukan konsep ternyata
sangat dipengaruhi oleh ketidakmatangan sewaktu apersepsi, yang akhirnya tujuan
akhir dari pembelajaran itu tidak tercapai atau tidak sesuai dengan harapan.