Istilah
Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal
dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna
dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis
atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti
mental yang sehat atau kesehatan mental.
Kesehatan
mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik
berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial)
(Mujib
dan Mudzakir, 2001, 2003). Zakiah Daradjat (1985:10-14) mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian:
1.
Terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan
dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose).
2.
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain
dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup.
3.
Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan
memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin,
sehingga membawa kebahagiaan pada diri dan orang lain; serta terhindar dari
gangguan-gangguan dan penyakit jiwa.
4.
Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa,
serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang
terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Seseorang
dapat dikatakan sehat tidak cukup hanya dilihat dari segi fisik, psikologis, dan sosial saja, tetapi juga perlu dilihat dari segi spiritual atau agama. Inilah kemudian yang
disebut Dadang Hawari sebagai empat dimensi sehat itu, yaitu:
bio-psiko-sosial-spiritual. Jadi seseorang yang sehat mentalnya tidak cukup
hanya terbatas pada pengertian terhindarnya dia dari gangguan dan penyakit jiwa
baik neurosis maupun psikosis, melainkan patut pula dilihat sejauhmana
seseorang itu mampu menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan lingkungannya,
mampu mengharmoniskan fungsi-fungsi jiwanya, sanggup mengatasi problema hidup
termasuk kegelisahan dan konflik batin yang ada, serta sanggup
mengaktualisasikan potensi dirinya untuk mencapai kebahagiaan.
Mental yang
sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres)
orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari
tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto
Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental
adalah memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang
dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility)
Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic,
proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor
yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.
Atkinson menentukan kesehatan mental
dengan kondisi normalitas kejiwaan, yaitu kondisi kesejahteraan emosional
kejiwaan seseorang. Pengertian ini diasumsikan bahwa pada prinsipnya manusia
itu dilahirkan dalam kondisi sehat. Atkinson lebih lanjut menyebutkan enam indikator normalitas
kejiwaan seseorang.
Pertama, persepsi realita yang efisien.
Individu cukup realistik dalam menilai kemampuannya dan dalam menginterpretasi
terhadap dunia sekitarnya. Ia tidak terus menerus berpikir negatif terhadap
orang lain, serta tidak berkelebihan dalam memuja diri sendiri.
Kedua, mengenali diri sendiri. Individu
yang dapat menyesuaikan diri adalah individu yang memiliki kesadaran akan motif
dan perasaannya sendiri, meskipun tak seorang pun yang benar-benar menyadari
perilaku dan perasaannya sendiri.
Ketiga, kemampuan untuk mengendalikan
perilaku secara sadar. Individu yang normal memiliki kepercayaan yang kuat akan
kemampuannya, sehingga ia mampu mengendalikannya. Kondisi seperti itu tidak
berarti menunjukkan bahwa individu tersebut bebas dari segala tindakan impulsif
dan primitif, melainkan jika ia melakukannya maka ia menyadari dan berusaha
menekan dorongan seksual dan agresifnya.
Keempat, harga diri dan penerimaan.
Penyesuaian diri seseorang sangat ditentukan oleh penilaian terhadap harga diri
sendiri dan merasa diterima oleh orang di sekitarnya. Ia merasa nyaman bersama
orang lain dan mampu beradaptasi atau mereaksi secara spontan dalam segala
situasi sosial.
Kelima, kemampuan untuk membentuk ikatan
kasih. Individu yang normal dapat membentuk jalinan kasih yang erat serta mampu
memuaskan orang lain. Ia peka terhadap perasaan orang lain dan tidak menuntut
yang berlebihan kepada orang lain. Sebaliknya, individu yang
abnormal terlalu mengurusi perlindungan diri sendiri (self-centered).
Keenam,
produktivitas. Individu yang baik adalah individu yang menyadari kemampuannya
dan dapat diarahkan pada aktivitas produktif.