Metode Pemerolehan dan Pemeliharaan
Terdapat
tiga pola yang mengungkapkan metode pemerolehan dan pemeliharaan kesehatan
mental dalam perspektif Islam: Pertama, metode tahali, takhalli, dan tajalli; Kedua, metode syariah, thariqah, haqiqah dan ma’rifat; dan ketiga, metode iman, Islam dan ihsan. Sebuah
hadits menunjukkan tiga metode yang mengungkapkan metode pemerolehan dan
pemeliharaan kesehatan mental yaitu: 1) metode iman yang berkaitan dengan
prinsip-prinsip kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan dan kepada hal-hal yang
gaib; 2) metode Islam yang berkaitan dengan prinsip-prinsip ibadah dan
muamalah; 3) metode ihsan yang berkaitan dengan prinsp-prinsip moral atau
etika.
- Metode
Imaniah
Iman
secara harfiah diartikan dengan rasa aman (al-aman) dan kepercayaan (al-amanah).
Orang yang beriman berarti jiwanya merasa tenang dan sikapnya penuh keyakinan
dalam menghadapi semua masalah hidup. Dalam mengatur alam dan isinya, Allah SWT
memberikan rambu-rambu petunjuk (hidayah)-Nya
untuk kelangsungan dan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Petunjuk yang
dimaksud diturunkan melalui dua jalur: Pertama, jalur tertulis yang termaktub
dalam kitab suci Al-Quran dengan pemberian petunjuk inu dengan mengutus Rasul
dan Malaikat-Nya. Jalur ini lazim disebut jalur Quraniyah; Kedua, jalur tidak tertulis yang berkaitan dengan alam
dan isinya yang disebut dengan jalur kauniyah
atau sunnatulah.
Keimanan
yang direalisasikan secara benar akan membentuk kepribadian mukmin yang
membentuk 6 karakter yaitu:
- Karakter
Rabbani, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan (mengambil dan
mengamalkan) sifat-sifat dan asma-asma Allah ke dalam tingkah laku nyata
sebatas pada kemampuan manusiawinya. Proses pembentukan kepribadiannya
ditempuh melalui tiga tahap yaitu ta’alluq,
takballuq, dan tabaqquq.
Proses ta’alluq adalah
menggantungkan kesadaran diri dan pikiran kepada Allah dengan cara
berpikir dan berzikir kepadaNya (QS. Ali-Imran:191). Proses takballuq adalah adanya kesadaran
untuk menginternalisasikan sifat-sifat dan asma-asma Allah ke dalam
tingkah laku nyata sebatas pada kemampuan manusiawinya. Proses ini dlakukan karena adanya fitrah menusia
yang memiliki potensi asma’ al-husna.
Proses tabaqquq adalah kesadaran
diri akan adanya kebenaran, kemuliaan, keagungan Allah SWT sehingga tingka
lakunya didominasi olehNya.
- Karakter Maliki, yaitu karakter yang mampu
menginternalisasikan sifat-sifat Malaikat yang agung dan mulia.
Kepribadian maliki diantaranya menjalankan perintahNya dan tidak berbuat
maksiat (QS. Al-Tahrim: 6), bertasbih kepadaNya (QS. Al-Zumar: 75),
menyampaikan informasi kepada yang lain (QS. Al-Nahl: 102),
membagi-bagikan rizki untuk kesejahteraan berama dan memelihara kebun
(Jannat) yang indah (QS. Ar-Ra’d: 24).
- Karakter
Qurani, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai Qurani
dalam tingkah laku nyata. Karakter kepribadian Qurani seperti membaca,
memahami dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalam Al-Quran dan
Sunnah.
- Karakter Rasuli, yaitu karakter yang mampu
menginternalisasikan sifat-sifat Rasul yang mulia. Karakter kepribadian
Rasuli diantaranya jujur (al-Siddiq),
dapat dipercaya (al-Amanah),
menyampaikan informai atau wahyu (al-Tabligh)
dan cerdas (al-Fathonah).
- Karakter
yang berwawasan dan mementingkan masa depan (hari akhir) yang menghendaki
adanya karakter yang mementingkan jangka panjang daripada jangka pendek
atau wawasan masa depan daripada masa kini (QS. al-Dhuha: 4), bertanggung
jawab (QS. al-Nisaa’: 77).
- Karakter
Takdiri, yaitu karakter yang menghendaki adanya penyerahan dan kepatuhan
pada hukum-hukum, aturan-aturan dan sunnah-sunnah Allah SWT untuk
kemaslahatan hidupnya.
- Metode
Islamiah
Islam
secara etimologi memilik tiga makna yakni penyerahan dan ketundukan (al-silm),
perdamaian dan keamanan (al-salm), dan keselamatan (al-salamah).
Realisasi metode Islam dapat membentuk kepribadian muslim yang mendorong
seseorang untuk hidup bersih, suci dan dapat menyesuaikan dengan segala kondisi
yang merupakan syarat terciptanya kesehatan mental. Kepribadian muslim
membentuk lima karakter ideal.
- Karakter syabadatain yaitu karakter yang
mampu menghilangkan dan membebaskan diri dari segala belenggu atau
dominasi tuhan-tuhan temporal dan relatif seperti materi dan hawa nafsu
(QS. Al-Furqon: 43). Lalu mengisi diri
sepenuh hati hanya kepada Allah SWT.
- Karakter mushailli
yaitu karakter yang mampu berkomunikasi dengan Allah dan dengan sesama
manusia. Komunikasi ilahiah ditandai dengan takbir,sedangkan kominukasi
ihsaniah ditandai dengan salam. Karakter mushailli juga menghendaki adanya kebersihan dan kesucian
lahir dan batin dengan berwudhu (kesucian lahir) dan dalam kesucian batin
diwujudkan dalam bentuk keikhlasan dan kekhusyu’an.
- Karakter muzakki,
yaitu karakter yang berani mengorbankan hartanya untuk kebersihan dan
kesucian jiwanya (QS. al-Taubah: 103), serta pemerataan kesejahteraan
ummat pada umumnya.
- Karakter sha’im
yaitu karakter yang mampu mengendalikan dan menahan diri dari nafsu-nafsu
rendah. Dan apabila dirinya terbebas dari nafsu-nafsu rendah maka ia
berusaha mengisi diri dengan tingkah laku yang baik.
- Karakter hajji
yaitu karakter yang mampu mengorbankan harta, waktu, bahkan nyawa demi
memenuhi panggilan Allah SWT.
- Metode
Ihsaniah
Ihsan
secara bahasa berarti baik. Orang yang baik (Muhsin) adalah orang yang mengetahui hal-hal yang baik,
mengaplikasikan dengan prosedur yang baik dan dlakukan dengan niatan yang baik.
Metode ini bila dilakukan dengan benar maka memberikan kepribadian muhsin yang
ditempuh dalam beberapa tahapan,
yaitu:
- Tahapan
permulaan (al-bidayah)
Pada tahap ini, seseorang akan rindu pada khaliknya. Ia sadar
dalamkerinduan itu terdapat tabir (al-hijab)
yang menghalangi hubungannya sehingga ia berusaha menghilangkan tabir tersebut.
Tahapan ini disebut takhalli yaitu
mengosongkan diri dari segalasifat kotor, maksiat dan tercela.
- Tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-mujabadat)
Tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela
dan maksiat lalu berusaha secara sungguh-sungguh untuk mengisi diri dengan
tingkah laku yang baik yang disebut dengan tahapan tahailli. Tahailli adalah
upaya mengisi diri dengan sifat-sifat yang baik yang terdiri dari beberapa fase
yaitu: 1) taubat dari segala tngkah laku yang mengandung dosa; 2) menjaga diri
dari hal-hal yang subhat (al-wara’);
3) tidak terikat oleh gemerlapan materi; 4) merasa butuh pada Allah (al-faqr); 5) sabar terhadap cobaan dan
melaksanakan kebajikan; 6) tawakkal pada putusan Allah; 7) ridha terhadap
pemberian Allah; 8) merasa bersyukur atas nikmay yang Allah berikan; 9) ikhlas
melakukan apa saja demi Allah; 10) takut (al-khauf)
dan berharap (al-raja) terhadap
Allah; 11) kontinue dalam melakukan kewajiban (al-istiqomah); 12) takwa kepada Allah; 13) jujur, berpikir,
berzikir dan sebagainya.
Tahapan ini harus ditopang tujuh pendidikan dan latihan psikofisik
yaitu:
·
Musyarathah, yaitu
memberikan dan menemukan syarat bagi diri sendiri.
·
Muraqabah, yaitu mawas diri dari perbuatan
maksiat agar selalu dekat kepada Allah.
·
Muhasabah, yaitu membuat perhitungan terhadap
tingkah laku yang diperbuat.
·
Mu’aqabah, yaitu menghukum diri sendiri karena
melakukan keburukan.
·
Mujahadah, yaitu bersungguh-sungguh berusaha
menjadi baik.
·
Mu’atabah, yaitu menyesali diri atas perbuatan
dosanya.
·
Mukasyafah, yaitumembuka penghalang atau tabir
agar tersingkap semua rahasia Allah.
- Tahapan
merasakan (al-Muziqat)
Pada tahapan ini seorang hamba tidak sekedar menjalankan perintah
Khalik-nya dan menjauhi larangannya, namun ia merasakan kedekatan, kelezatan,
kerinduan denganNya. Tahapan ini disebut tajalli,
yaitu menempakkan sifat-sifat Allah pada diri manusianya setelah sifat-sifat
buruknya dihilangkan dan tabir menjadi sirna. Oleh sufi tahapan ini biasa
dilalui dalam dua proses yaitu al-fana
dan al-baqa. Bila seseorang mampu
menghilangkan wujud jasmaniah dengan menghilangkan nafsu-nafsu impulsifnya dan
tidak terikat oleh materi atau lingkungan sekitar, makaia telah al-fana. Kondisi itu lalu beralih pada
ke-baqa-an wujud ruhani yang ditandai
dengan tetapnya sifat-sifat ketuhanan. Ketika tahapan itu telah dilalui maka muncul apa yang
disebut al-baal yaitu kondisi spiritual
dimana sang pribadi telah mencapai kebahagiaan tertinggi yang dicita-citakan.